Our Notes

Keluarga kami telah menjadi bagian dari masyarakat kawasan Gunung Bunder, Kabupaten Bogor, oleh karena kami telah tinggal dan menetap hampir 20 (dua puluh) tahun lamanya di Kampung Rawa Bogo, Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Pada awalnya, di tahun 1990 kami berniat untuk menghabiskan hari tua dalam suasana pedesaan, karena pada saat itu anak-anak telah dewasa dan mandiri. Pada saat itu pula kami merasa kehidupan kota besar tidak bersahabat lagi dan pilihan yang tepat adalah menjalani kehidupan yang dekat dengan alam.

Pada tahun 90 an kawasan puncak, kabupaten Bogor pun sudah ramai seperti kota Jakarta, sehingga kami tidak berminat untuk memilih puncak atau cipanas sebagai tempat tinggal kami. Saat itu kebetulan ada saudara kami menyarankan untuk melihat kawasan Gunung Bunder, kabupaten Bogor, dimana daerahnya masih alami dan jauh dari polusi.

Setelah kami mengunjungi kampung Rawa Bogo, kawasan Gunung Bunder, pada saat itu pula kami “jatuh hati” dan memilih untuk menetap di wilayah tersebut. Pada awalnya infrastruktur jalan menuju kawasan Gunung Bunder sangat tidak memadai dan banyak jalan yang rusak berat. Saat itu untuk menempuh jarak 15 km (dari Cibatok ke Kampung Rawa Bogo) kita membutuhkan waktu 1 ½ jam perjalanan.

Pada awal tahun 90 an belum banyak wisatawan yang berkunjung ke wilayah Gunung Bunder, namun bagi para petualang dan anak muda kawasan itu merupakan salah satu pintu gerbang untuk mendaki Puncak Gunung Salak. Biasanya saat itu pengunjung kawasan Gunung Bunder terbatas pada pelajar dan mahasiswa yang ingin “Camping” atau Berkemah.

Sesuai dengan keinginan kami, akhirnya kami memilih tempat tinggal yang agak masuk ke dalam (kurang lebih 500 m dari pinggir jalan desa), dengan tujuan agar suasana pedesaan dan hutan masih terasa. Kami mengupayakan untuk memasang listrik sendiri oleh karena wilayah yang kami tempati jauh dari rumah penduduk lainnya.

Sebagai orang yang beriman kami merasa aman untuk tinggal diwilayah yang pada saat itu masih “perawan” (masih banyak babi liar), oleh karena kami berniat untuk tidak merusak alam dan akan merawat alam dengan baik. Wilayah yang kami huni awalnya berupa punggung bukit yang dipenuhi oleh pohon bambu dan pakis. Dengan usaha keras kami buat kawasan tersebut menjadi “asri”, tanpa menebang pohon kayu yang ada (kecuali bambu dan ilalang). Kami pun menanam beberapa puluh pohon pinus agar wilayah kami terlihat lebih “cantik”.

Pada awal tahun 2000 an kami membangun beberapa “Pondok” dan “Saung” kecil dengan tujuan untuk menampung keluarga apabila ada keluarga kami yang akan bermalam di rumah kami, namun tidak untuk disewakan. Karena banyak wisatawan lokal yang senang bermain di halaman tanah kami dan selalu meminta ijin untuk menyewa  “Pondok” dan “Saung” kami, maka kami akhirnya mengijinkan dengan harga yang memadai bagi kantong pelajar dan mahasiswa.

Apabila ada pelajar atau mahasiswa menginap, kami selalu teringat anak-anak kami dahulu waktu mereka masih SMA atau Kuliah, sehingga kami tidak terpikir menetapkan sewa dengan harga mahal. Sisi komersial kami kesampingkan, oleh karena kami merasa berbahagia apabila orang lain berbahagia dengan menikmati alam pegunungan yang asri dan terawat. 

Wass. MIA ISMANGUN











    Tidak ada komentar: